Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2019

Haul Dqb Nisob ZAKAT

Pengertian Nisab dan Haul Haul secara bahasa berasal dari bahasa arab merupakan bentuk tunggal kata ahwalun ataupun hu’ulun yang juga semakna dengan kata assanah yang diartikan dengan satu tahun. Dari makna bahasa ini dapat diartikan bahwa haul dalam zakat yaitu batasan setahun kepimilikan kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini juga dapat diartikan, jika kekayaan yang kita miliki belum genap setahun maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Sedangkan nisab diartikan sebagai batasan atau kadar kekayaan minimum yang diwajibkan zakat. Bilamana batasan minimun ini tidak tercapai maka tidak diwajibkan membayar zakat. Ketentuan nisab pada harta kekayaan memiliki perbedaan masing-masing, dimana ditentukan berdasarkan spesifikasi harta dan jenisnya. Ketentuan Umum Nisab dan Haul Zakat dalam Islam Zakat Emas, Perak dan Uang Ketiga jenis harta, yaitu emas, perak dan uang zakatnya dikeluarkan setelah dimiliki secara pasti selama satu tahun qomariyah (haul). Besar nisab dan jumlah y

Haul dalam definisi dan hukumnya

Pengertian Haul  Haul dalam pembahasan ini diartikan dengan makna setahun. Jadi peringatan haul maksudnya ialah suatu peringatan yang diadakan setahun sekali bertepatan dengan wafatnya seseorang yang ditokohkan oleh masyarakat, baik tokoh perjuangan atau tokoh agama/ulama kenamaan. Tujuan Diadakannya Peringatan Haul Peringatan haul ini diadakan karena adanya tujuan yang penting yaitu mengenang jasa dan hasil perjuangan para tokoh terhadap tanah air, bangsa serta umat dan kemajuan agama Allah, seperti peringatan haul wali songo, para haba'ib dan ulama besar lainnya, untuk dijadikan suri tauladan oleh generasi penerus. Rangkaian Kegiatan yang dilaksanakan dalam Acara Haul a.     Ziarah ke makam sang tokoh dan membaca dzikir ,  tahlil, kalimah thayyibah serta membaca Al-Qur’an secara berjama’ah dan do’a b e r s ama di makam; b.     Diadakan majlis ta'lim, mau'idzoh hasanah dan pernbacaan biografi sang tokoh/manaqib s e orang wali/ulama atau haba’ib; c.     Dihidangkan

keutamaan istighfar

 Kitab Tafsir al-Maroghi (29/8) : وعن الحسن أن رجلا شكا إليه الجدب فقال له: استغفر الله، وشكا إليه آخر الفقر وقلّة النسل فقال له: استغفر الله، وشكا إليه ثالث جفاف بساتينه. فقال له: استغفر الله،  فقال له بعض القوم: أتاك رجال يشكون إليك أنواعا من الحاجة، فأمرتهم كلهم بالاستغفار، فقال: ما قلت من نفسى شيئا، إنما اعتبرت قول الله عز وجل حكاية عن نبيه نوح عليه الصلاة والسلام أنه قال لقومه: «اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ» الآية. Dari al-Hasan bahwa ada seseorang yang mengadu kepadanya tentang paceklik yang sedang terjadi, maka al Hasan berkata kepadanya : " beristighfarlah kepada Allah ". Ada lagi orang lain yang mengadu kepadanya tentang kefakiran dan sedikitnya keturunan , maka al Hasan berkata kepedanya :" beristighfarlah kepada Allah ". Datang lagi orang ketiga yang mengadukan kering nya kebun, maka al Hasan berkata :" beristighfarlah kepada Allah ". Kemudian sebagian orang orang berkata kepada al Hasan : " banyak orang orang yang datang mengadu kepadamu de

MASA IDDAH

1. Wanita Yang Ditinggal Mati Oleh Suaminya Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya memiliki dua keadaan : a. Wanita yang ditinggal mati suaminya ketika sedang hamil. Wanita ini maka masa menunggunya (‘iddah) berakhir setelah ia melahirkan bayinya, berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla, وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. [ath-Thalaq/65:4]. Keumuman ayat ini di kuatkan dengan hadits al-Miswar bin Makhramah Radhiyallahu anhu yang berbunyi : أَنَّ سُبَيْعَةَ الْأَسْلَمِيَّةَ نُفِسَتْ بَعْدَ وَفَاةِ زَوْجِهَا بِلَيَالٍ فَجَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَتْهُ أَنْ تَنْكِحَ فَأَذِنَ لَهَا فَنَكَحَتْ Subai’ah al-Aslamiyah Radhiyallahu anhuma melahirkan dan bernifas setelah kematian suaminya. Lalu ia, mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta idzin kepada beliau untuk menikah (lagi). Kemudian beliau mengi

Hukum Dzikir sampai ribuan

Bukan Syaikh Nashiruddin al-Albani namanya jika tidak merusak Ijma’ para ulama, sebab ia berkata: قد يقول قائل : إن العد بالأصابع كما ورد في السنة لا يمكن أن يضبط به العدد إذا كان كثيرا ، فالجواب : إنما جاء هذا الإشكال من بدعة أخرى و هي ذكر الله في عدد محصور كثير لم يأت به الشارع الحكيم ، فتطلبت هذه البدعة بدعة أخرى و هي السبحة ! فإن أكثر ما جاء من العدد في السنة الصحيحة ، فيما ثبت لدي إنما هو مئة ، و هذا يمكن ضبطه بالأصابع بسهولة لمن كان ذلك عادته (السلسلة الضعيفة ج 1 / ص 160) “Jika ada yang bertanya: Sesungguhnya menghitung dengan jari sebagaimana yang ada dalam hadis tidaklah mungkin bisa digunakan apabila bilangan dzikirnya banyak. Jawabnya: Kejanggalan ini disebabkan dari bid’ah yang lain yaitu dzikir kepada Allah dalam hitungan tertentu yang banyak, yang tidak ada dalam syariat. Maka dzikir banyak ini menuntut bid’ah yang lain, yaitu tasbih (alat hitung dzikir). Sebab hitungan terbanyak sebuah dzikir dalam hadis yang sahih menurut saya hanya 100. Hal ini bisa menggunakan dengan