Kapan Covid-19 Berakhir

📚 Bintang TSURAYYA Bukan Pertanda Berakhirnya Wabah COVID-19

Oleh: Syansanata Ra
(Yeddi Aprian Syakh al-Athas)

A'uudzubillaahiminasysyaithaanirrajiim,
Bismillaahirrahmaanirrahiim,

TSURAYYA - nama sekumpulan bintang yang mendadak populer dan diharapkan kemunculannya di pagi hari pada pekan pertama atau pekan kedua Bulan Mei 2020 ini.

Bermula dari sebuah video yang disiarkan melalui channel YouTube Yayasan Al-Muafah pada tanggal 4 April 2020 dengan judul "Sampai Kapan Corona Berakhir? Rasulullah Menjawab COVID-19" dimana dalam video tersebut, KH. Rizqi Dzulqornain Al-Batawy, MA menyebutkan beberapa hadits Nabi saw dan penjelasannya dari beberapa kitab yang berkaitan dengan akhir suatu wabah.

https://youtu.be/-TKfDMe-7Uw

Dan kemudian disusul dengan video ulasannya yang disiarkan melalui channel india misteripedia pada tanggal 1 Mei 2020 dengan judul "Kabar Baik Bintang Tsurayya Muncul Tanda Wabah Corona Segera Berakhir Begini Penjelasannya".

https://youtu.be/qvhBxMQTR5w

Penyebaran video YouTube tersebut begitu cepat dan viral (video pertama telah ditonton oleh lebih dari 3 juta viewer, dan video kedua telah ditonton oleh lebih dari 740 ribu viewer), sehingga banyak orang yang bertanya-tanya mengenai kebenarannya.

Kemudian ditambah lagi dengan tersebar luasnya video yang menunjukkan cahaya kecil di pagi hari yang disebut-sebut sebagai Bintang Turaya (Tsurayya), yang awalnya diunggah di whatsapp-whatsapp group dan kemudian juga menjadi viral setelah disebar di berbagai platform media sosial, seperti Twitter dan Instagram.

Lalu yang menjadi pertanyaannya adalah:
"Apakah benar bahwa Bintang Tsurayya adalah pertanda berakhirnya wabah COVID-19?"

Yuk kita cari tahu bersama kebenarannya seperti apa...

Untuk itu saya ingin menukil beberapa hadits terkait kemunculan bintang dan kaitannya dengan wabah.

Dan perlu diketahui bahwa dalam ilmu Mustholahul Hadits, kajian terhadap suatu hadits dilakukan atas dua aspek, yaitu kajian atas aspek sanad (jalur periwayatan) dan juga kajian atas aspek matan (materi hadits).

_______
Aspek Pertama, adalah kajian atas aspek sanad, yaitu kajian atas rantai periwayatan atau sanad yang terbagi atas tingkatan: shahih, hasan (bagus), dha’if (lemah), dan maudlu’ (palsu). Nah untuk hal-hal yang menyangkut masalah keimanan dan hukum syari’at, maka hanya Hadits Shahih dan Hadits Hasan saja yang boleh dipakai, sedangkan untuk hal-hal lain selain masalah keimanan dan hukum syariat, maka sebagian ulama memperbolehkan penggunaan Hadits Dha’if (lemah), sementara Hadits Maudlu’ (palsu) tidak boleh digunakan sama sekali.

Ada beberapa hadits yang menyebutkan tentang terbitnya bintang ( AN-NAJMU) di pagi hari, yakni diantaranya sbb:

Dalam Kitab Al-Musnad yang disusun oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid VIII, hal. 330, hadits No. 8476 disebutkan sbb,

إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ ذَا صَبَاحٍ، رُفِعَتِ الْعَاهَةُ

"Apabila telah terbit AN-NAJMU pada pagi hari, maka 'AAHAH akan diangkat."

Berikutnya dari ‘Asali dari ‘Athaai bin Abi Rabaah, bahwasanya dia berkata:

عَنْ عَسَلٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، أَنَّهُ قَالَ: ” مَا طَلَعَ النَّجْمُ غَدَاةً قَطُّ وَبِقَوْمٍ أَوْ بِقَرْيَةٍ عَاهَةٌ، إِلا خَفَّتْ أَوِ ارْتَفَعَتْ عَنْهُمْ “، فَقُلْتُ: عَمَّنْ هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ؟، قَالَ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّىٰ ٱللَّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ

“Tidaklah terbit AN-NAJMU di pagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum atau sebuah kampung ditimpa 'AAHAH, kecuali 'AAHAH itu diringankan atau diangkat dari mereka.”

Maka aku (‘Asali) bertanya: 
“Dari siapakah ini wahai Aba Muhammad (‘Athaai)?”

Dia (‘Athaai) menjawab:
“Dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw.”
( HR. Ibnu Thahman, Kitab Masyikhokh hal. 196 )

Dalam Hadits Riwayat Imam Thabrani disebutkan sbb,

مَا طَلَعَ النَّجْمُ صَبَاحًا قَطُّ، وَبِقَوْمٍ عَاهَةٌ إِلا رُفِعَتْ عَنْهُمْ

“Tidaklah terbit AN-NAJMU pada waktu shubuh sama sekali sedangkan suatu kaum ditimpa 'AAHAH, kecuali  diangkat ('AAHAH itu) dari mereka.”
( HR. At-Thabrani, Kitab Mu’jam Ausath, 1305 )

Sementara dalam hadits riwayat Imam al-Bazzar disebutkan sbb,

مَا طَلَعَ النَّجْمُ قَطُّ، وَفِي الأَرْضِ مِنَ الْعَاهَةِ شَيْءٌ إِلا رُفِعَ

“Tidaklah terbit AN-NAJMU sedangkan di bumi ditimpa 'AAHAH, kecuali ('AAHAH itu) diangkat.”
( HR. Imam al-Bazzar, Kitab Kasyful Astar, 1289 )

Dan dalam hadits riwayat Ibnu Abdil Barri disebutkan sbb:

إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ رُفِعَتِ الْعَاهَةُ عَنْ كُلِّ بَلَد

“Apabila terbit AN-NAJMU, (maka akan) terangkatlah 'AAHAH dari penduduk setiap negeri.”
( HR. Ibnu Abdil Barri, Kitab Itsaratul Fawa’id, 181 )

Dan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Kitab Fathul Bari menyebutkan hadits riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah sbb,

إذا طلع النجم صباحًا رفعت العاهة عن كل بلد

“Apabila terbit AN-NAJMU pada waktu Shubuh, (maka) diangkatlah 'AAHAH dari setiap negeri.”
( HR. Abu Dawud, Kitab Fathul Bari )

Hadits-hadits yang telah saya sebutkan di atas ternyata diperselisihkan oleh para ulama tentang keshahihahnya, mengingat hadits ini datang dengan sanad yang lemah, yaitu melalui jalur 'Isl bin Sufyaan dari ‘Athoo bin Abi Robaah, kecuali satu jalur yakni melalui jalur Imam Abu Hanifah dari Áthoo bin Abi Robaah (lihat Kitab Syarh Musykil al-Aatsar, No. 2282). Hadits-hadits di atas juga tercatat dalam kitab kumpulan Hadits Dha’if "Mawsu’atul Ahadits wal Atsar ad-Dla’ifah wal Mawdlu’ah", Jilid XV, hal. 119. 

Walaupun derajat haditsnya dha’if, namun sebagian ulama menilai hadits-hadits tersebut hasan, karena kedua jalur di atas (yakni jalur 'Ísl bin Sufyan dan jalur Abu Hanifah) keduanya saling menguatkan, sehingga naiklah derajat haditsnya dari dhaíf menjadi hasan li ghoirihi, terlebih lagi dikuatkan dengan kesaksian dari hadits Ibnu Umar ra.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُرَاقَةَ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عُمَرَ عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ فَقَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى تَذْهَبَ الْعَاهَةُ قُلْتُ وَمَتَى ذَاكَ قَالَ حَتَّى تَطْلُعَ الثُّرَيَّا

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b, dari Utsman bin Abdullah bin Suraqah ia berkata,
“Aku bertanya kepada Ibnu Umar tentang menjual buah-buahan (yang masih muda).”

Ibnu Umar ra lalu menjawab,
“Rasulullah saw melarang menjual buah-buahan hingga ‘AAHAH-nya hilang." 

Aku tanyakan,
“Kapan itu?" 

Ia (Ibnu Umar ra) menjawab, 
“Hingga terbitnya bintang TSURAYYA."
( HR. Ahmad No. 4859 )

_______
Aspek berikutnya, yakni Aspek Kedua, adalah kajian atas matan, yaitu kajian atas materi hadits. 

Adapun matan dari hadits-hadits yang telah disebutkan di atas adalah bahwa Rasulullah saw sedang menjelaskan penyakit yang berkaitan dengan buah-buahan seperti buah kurma, dan tidak sedang membicarakan tentang seluruh penyakit apalagi seluruh wabah. 

Dasarnya adalah sebagai berikut:

Pertama, riwayat dari jalur Abu Hanifah dengan lafal sbb,

رُفِعَتِ الْعَاهَةُ عَنِ الثِّمَارِ

“…diangkat AL-‘AAHAH dari buah-buahan”
( Ibnu Hajar di dalam Kitab “Fathul Baari”, 4/395 )

Kedua, Inilah yang dipahami para sahabat, diantaranya adalah Ibnu Umar (sebagaimana hadits di atas). Dan demikian halnya dengan Zaid bin Tsabit ra,

أَنَّهُ كَانَ لاَ يَبِيعُ ثِمَارَهُ، حَتَّى تَطْلُعَ الثُّرَيَّا

“Bahwasanya beliau (Zaid bin Tsaabit ra) tidaklah menjual buah-buahan beliau hingga terbit bintang TSURAYYA”
( HR. Malik, Kitab al-Muwattha, No. 2293 )

Ketiga, Inilah yang dipahami oleh banyak ulama yang menyebutkan hadits ini dalam kitab-kitab mereka. 

Abu Ja’far At-Thohawi, beliau membawakan hadits ini setelah itu beliau menyebutkan atsar Ibnu Umar di atas, lalu beliau berkata:

“Bahwasanya yang dimaksud dengan diangkatnya AL-‘AAHAH darinya adalah dari buah-buahan kurma” 
( Kitab Syarh Musykil al-Aatsaar, 6/54 )

Berikutnya Ibnu ‘Abdil Barr, beliau bawakan dalam pembahasan penjualan buah-buahan yang terlarang.
( Kitab al-Istidzkaar, 6/305 )

Berikutnya Ibnu Rusyd, beliau membawakan hadits ini pada pembahasan jual beli yang terlarang yaitu pada pembahasan larangan menjual buah-buahan sebelum nampak kematangannya.
( Kitab Bidaayatul Mujtahid, 3/170 )

Berikutnya Ibnu Hajar, beliau membawakan hadits yang sedang kita bahas ini pada pembahasan bab “Hukum menjual buah-buahan sebelum nampak matangnya”.

Ibnu Hajar berkata,

وَطُلُوعُهَا صَبَاحًا يَقَعُ فِي أَوَّلِ فَصْلِ الصَّيْفِ وَذَلِكَ عِنْدَ اشْتِدَادِ الْحَرِّ فِي بِلَادِ الْحِجَازِ وَابْتِدَاءِ نُضْجِ الثِّمَارِ فَالْمُعْتَبَرُ فِي الْحَقِيقَةِ النُّضْجُ وَطُلُوعُ النَّجْمِ عَلَامَةٌ لَهُ

“Yang dimaksud dengan munculnya bintang di pagi hari adalah di awal musim panas, yaitu ketika puncknya panas di daerah-daerah Hijaz dan permulaan matangnya buah-buahan. Dan inilah (mulai matangnya buah-buahan) yang menjadi patokan sesungguhnya, dan terbitnya bintang Tsurayya hanyalah tanda saja”.
( Kitab Fathul Baari, 4/395 )

Berikutnya Syekh Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna as-Sa’aty menjelaskan.

Matan hadits yang dijelaskan:

مَا طَلَعَ النَّجْمُ  (8
صَباَحاً قَطٌّ وَبِقَوْمٍ عاَهَةٌ  (9
10)  إِلاَّ رُفِعَتْ أَوْخُفِّفَتْ

Penjelasan Syekh Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna as-Sa’aty:

(8) يَعْنِيْ الثُّرَيَّا فَإِنَّهُ اِسْمُهاَ بِالْغَلْبَةِ لِعَدَمِ خَفَائِهَا لِكَثْرَتِهَا (وقوله صباحا) أي عند الصبح.

"(Tentang Bintang) maksudnya adalah TSURAYYA, begitulah namanya secara umum karena tidak tersembunyi karena banyaknya (bintang tersebut). Sedangkan tentang pagi, maksudnya adalah waktu subuh."

(9) العاهة تشمل المرض والوباء في النفس أو المال

(Tentang) ‘AAHAH maksudnya mencakup penyakit dan wabah yang menimpa diri (manusia) dan harta."

(10) أي رفعت نهائيا أو أخذت في النقص والانحطاط

"(Tentang) RAFA'AT maksudnya adalah diangkat habis sekaligus atau secara bertahap, sedikit demi sedikit."
( Kitab "Al-Fathur Rabbany" dengan syarahnya "Bulughul Amany", Jilid XX, hal. 13-14 )

Dan terakhir, Ahmad Al-Banna As-Saaáati juga menjelaskan sbb,

العاهة تشمل المرض والوباء فى النفس أو المال أى رفعت نهائيا أو أخذت فى النقص والانحطاط (قال العلماء) ومدة مغيبها نيف وخمسون ليلة لانها تخفى لقربها من الشمس قبلها وبعدها فإذا بعدت عنها ظهرت فى الشرق وقت الصبح، قيل أراد بهذا الخير أرض الحجاز لأن الحصاد يقع بها فى أيار وتدرك الثمار وتأمن من العاهة فالمراد عاهة الثمار خاصة والله أعلم
“العاهة 

“al-‘AAHAH (penyakit) mencakup penyakit dan wabah baik pada jiwa maupun harta, yaitu akan diangkat secara total atau mulai berkurang. Para ulama berkata, “Dan waktu tenggelamnya bintang tersebut adalah 50 sekian hari, karena bintang tersebut meredup karena dekat dengan matahari sebelum atau sesudahnya. Dan jika dia jauh dari matahari maka akan muncul di timur di waktu pagi. Dikatakan Nabi bermaksud dengan hadits ini adalah daerah Hijaz, karena panen terjadi waktu Ayar (Mei), dan buah-buahan sudah matang dan selamat dari penyakit. Maka yang dimaksud adalah penyakit buah-buahan saja” 
( Kitab al-Fath ar-Robaani, 13/20-21 )

_______
Sehingga sampai disini, maka dapat disimpulkan sbb:

Pertama,
Bintang yang terbit di pagi hari yang oleh beberapa ulama dianggap sebagai Bintang TSURAYYA hanya sebagai tanda pergantian musim akan datangnya musim panas, dan bukan sebagai Bintang yang memiliki kekuatan untuk menghilangkan wabah penyakit.

Disebutkan dalam Kitab Syarah al-Sa’ati, bahwa munculnya bintang TSURAYYA pada awal musim panas hanyalah sebagai tanda bagi memuncaknya panas di Negeri Hijaz dan permulaan matangnya buah, bukan karena TSURAYYA maka panas bumi meningkat dan penyakit tumbuhan mati. Bahkan Syaikh al-Sa’ati berpendapat bahwa saat itu buah-buahan sudah matang, bukan lagi permulaan matang. Sehingga jika dikembalikan kepada hadist tentang berjualan buah-buahan, maka hal ini sejalan dengan etika perdagangan yang melarang menjual barang yang mengandung penyakit atau masih belum matang.

Kedua,
Hadits tentang Bintang TSURAYYA berkaitan dengan penyakit yang menimpa tanaman dan hewan ternak, dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan wabah COVID-19.

Penerjemahan diksi kata al-‘AAHAH dalam hadits tentang BINTANG TSURAYYA sebagai “wabah virus menular COVID-19” adalah berlebihan dan tidak benar. 

Mengapa?

Karena diksi kata al-‘AAHAH sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Mu’jam al-Wasith diartikan sebagai “penyakit yang menimpa tanaman dan hewan ternak.” Tapi ada juga yang menambahkan sebagai penyakit yang menimpa manusia, yakni dalam pengertian sakit pada bagian tubuh tertentu atau disabilitas fisik atau sakit yang tampak mata. ( Kitab Al-Mu’jam al-Ra’id dan Kitab Al-Mu’jam al-Ghani )

Terkait pemaknaan diksi kata al-‘AAHAH yang berkaitan dengan hewan ternak terdapat dalam hadist berikut: 

“Janganlah sekali-kali mencampurkan unta yang menderita penyakit (dzu ‘AAHAH) dengan unta yang sehat.” 
( HR. Muslim No. 2221 dan Abu Dawud No. 3411)

Syaikh al-Sa’ati mengutip hadis yang sedikit berbeda yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari jalur Atha dari Abu Hurairah ra secara marfu’ sbb:

“Apabila terbit bintang (An-NAJMU) itu pada waktu pagi maka al-‘AAHAH akan terhapus.”

Hadis ini tidak dipahami oleh Syaikh al-Sa’ati untuk menjelaskan wabah penyakit, melainkan penyakit buah-buahan. Hadist ini dipahami oleh Syaikh al-Sa’ati untuk mensyarahi hadis yang dalam Musnad Ahmad masuk dalam Bab “Larangan Menjual Buah Sebelum Tampak Kualitas Baiknya”. 

Ketiga, terkait Falakiyah Bintang TSURAYYA.

Andi Pangerang, salah satu peneliti Pusat Sains dan Antariksa (Pussainsa) Lapan, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, pada 2 Mei 2020, mengatakan sbb:

“TSURAYYA bukanlah bintang tunggal, melainkan sebuah gugusan bintang terbuka yang beranggotakan sekitar 1.000 bintang yang saling terikat secara gravitasional. Namun dari jumlah ini, biasanya hanya 14 saja yang bisa dilihat dengan mata telanjang, bahkan biasanya hanya 7 saja yang kuat bersinar dan nampak dari bumi. Jadi jika ada penampakan hanya satu bintang atau bintang tunggal sebagaimana yang beredar daam video tentang cahaya kecil yang muncul di pagi hari maka dapat dipastikan bahwa itu bukanlah Bintang TSURAYYA.

TSURAYYA adalah sebuah gugus bintang terbuka di rasi bintang Taurus, merupakan gugus bintang paling jelas yang dapat dilihat dengan mata telanjang.

Dalam Kitab “Jami al-Ahadits (al-Jami ash-Shaghir)”, karangan al-Imam Asy-Syuyuti, Jilid I, hal. 236, Hadits No. 1574, yang disyarah oleh Muhammad Ismail al-Amir ash-Shan’any dalam Kitabnya “at-Tanwir Syarh al-Jami’ Ash-Shagir”, Jilid II, hal. 132  dijelaskan bahwa Bintang TSURAYYA terbit di waktu pagi pada sepuluh hari pertama dari Bulan AYYAR (MEI).

Dan dalam Kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Atsqolani menjelaskan sbb,

"Terbitnya TSURAYYA di pagi hari terjadi pada awal musim panas, ketika panas sangat tinggi di Negeri Hijaz. Buah-buahan mulai masak.”
( Kitab Fathul Bari, Jilid 4, hal. 395 )

Jika di wilayah Hijaz, TSURAYYA muncul di pagi hari pada Bulan MEI, maka di wilayah Indonesia TSURAYYA akan muncul di pagi hari pada Bulan JULI. Waktu terbaik mengamati gugus ini pada Bulan NOVEMBER, karena ia akan terlihat di sepanjang malam. Perbedaan waktu terbit Bintang TSURAYYA ini terjadi karena perbedaan posisi geografis, khususnya perbedaan jarak suatu daerah dengan garis khatulistiwa, apakah di sebelah utara atau di sebelah selatan garis katulistiwa.

Demikian kiranya penjelasan yang dapat saya rangkum yang saya kumpulkan dari berbagai sumber untuk kemudian saya tuliskan kembali. 

_______
Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab,

Kebenaran itu datangnya hanya dari Tuhanmu Yang Maha Benar (Al-Haqqu min Rabbika, fa Laa takuunanna minal mumtariin). Sedangkan kesalahan atau kekeliruan datangnya semata dari diri saya pribadi, dan saya membuka pintu koreksi yang sebesar-besarnya demi untuk kesempurnaan kajian ini.

Salam Yaa Salam Yaa Ramadhan,
🙏🙏🙏

Ditulis di: Bhumi Maanuwar al-Jawi
Pada: 4 Mei 2020 / 10 Ramadhan 1441 Hijriah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kajian ABAJADUN

KHASIAT AYAT LIMA

Abajadun rumus kalah menang