Dalil-Dalil Berbakti kepada orang tua
Berikut ini beberapa
adab yang baik dan akhlak yang mulia kepada orang tua:
1. Berkata-kata dengan
sopan dan penuh kelembutan, dan jauhi perkataan yang menyakiti hati mereka
Allah Ta’ala berfirman:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا
إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ
أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا
وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia” (QS. Al Isra: 23).
Ibnu Katsir menjelaskan
tentang ayat [فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ]:
أي لا تسمعهما قولا سيئا حتى ولا التأفيف الذي هو
أدنى مراتب القول السيئ
“Maksudnya jangan
memperdengarkan kepada orang tua, perkataan yang buruk. Bahkan sekedar ah yang
ini merupakan tingkatan terendah dari perkataan yang buruk” (Tafsir Ibnu
Katsir).
2. Bersikap tawadhu’
kepada orang tua dan sikapilah mereka dengan penuh kasih sayang
Allah Ta’ala berfirman:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ
الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil”.” (QS. Al Isra: 24).
3. Tidak memandang orang
tua dengan pandangan yang tajam, tidak bermuka masam atau wajah yang tidak
menyenangkan
4. Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan orang tua
4. Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan orang tua
Dalil kedua adab di atas
adalah hadits Al Musawwir bin Makhramah mengenai bagaimana adab para Sahabat
Nabi terhadap Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, disebutkan di dalamnya:
وإذا تكَلَّمَ خَفَضُوا أصواتَهم عندَه ، وما
يُحِدُّون إليه النظرَ؛ تعظيمًا له
“jika para sahabat
berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak
memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah” (HR. Al Bukhari
2731).
Syaikh Musthafa Al
‘Adawi mengatakan: “setiap adab di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa
adab-adab tersebut merupakan sikap penghormatan”.
5. Tidak mendahului
mereka dalam berkata-kata
Dari Abdullah bin Umar
radhiallahu’anhu beliau berkata:
كنَّا عندَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ
فأتيَ بِجُمَّارٍ، فقالَ: إنَّ منَ الشَّجرةِ شجَرةً، مثلُها كمَثلِ المسلِمِ ،
فأردتُ أن أقولَ: هيَ النَّخلةُ، فإذا أنا أصغرُ القومِ، فسَكتُّ، فقالَ النَّبيُّ
صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ: هيَ النَّخلةُ
“kami pernah bersama
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di Jummar, kemudian Nabi bersabda: ‘Ada sebuah
pohon yang ia merupakan permisalan seorang Muslim’. Ibnu Umar berkata:
‘sebetulnya aku ingin menjawab: pohon kurma. Namun karena ia yang paling muda
di sini maka aku diam’. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun memberi tahu
jawabannya (kepada orang-orang): ‘ia adalah pohon kurma'” (HR. Al Bukhari 82,
Muslim 2811).
Ibnu Umar melakukan
demikian karena adanya para sahabat lain yang lebih tua usianya walau bukan
orang tuanya. Maka tentu adab ini lebih layak lagi diterapkan kepada orang tua.
6. Lebih mengutamakan
orang tua daripada diri sendiri atau iitsaar dalam perkara duniawi
Hendaknya kita tidak
mengutamakan diri kita sendiri dari orang tua dalam perkara duniawi seperti
makan, minum, dan perkara lainnya. Dalilnya adalah hadits dalam Shahihain
tentang tiga orang yang ber-tawassul dengan amalan shalih yang salah satunya
bertawassul dengan amalan baiknya kepada orang tua, diantara ia melakukan
iitsaar kepada orang tuanya. Hadits ini telah disebutkan pada materi yang telah
lalu, walhamdulillah.
7. Dakwahi mereka kepada
agama yang benar
Allah Ta’ala berfirman:
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ
كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا
يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ
جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا
سَوِيًّا يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ
لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ
الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا
“Ceritakanlah (Hai
Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia
berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang
tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai
bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang
tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu
jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya
syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya
aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka
kamu menjadi kawan bagi syaitan”” (QS. Maryam: 41-45).
8. Jagalah kehormatan
mereka
Dari Abdullah bin Umar
radhiallahu’anhuma, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ
وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ، فِي شَهْرِكُمْ
هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا
“sesungguhnya Allah
telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpakan) dan harta
kalian (untuk dirampais) dan kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya
hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini” (HR. Bukhari).
9. Berikan
pelayanan-pelayanan kepada orang tua dan bantulah urusan-urusannya
Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
المسلمُ أخو المسلمِ ، لا يَظْلِمُه ولا يُسْلِمُه
، ومَن كان في حاجةِ أخيه كان اللهُ في حاجتِه ، ومَن فرَّجَ عن مسلمٍ كربةً
فرَّجَ اللهُ عنه كربةً مِن كُرُبَاتِ يومِ القيامةِ ، ومَن ستَرَ مسلمًا ستَرَه
اللهُ يومَ القيامةِ
“Seorang Muslim adalah
saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh
membiarkannya dalam bahaya. barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya
sesama Muslim, maka Allah akan penuhi kebutuhannya. barangsiapa yang melepaskan
saudaranya sesama Muslim dari satu kesulitan, maka Allah akan melepaskan ia
dari satu kesulitan di hari kiamat. barangsiapa yang menutup aib seorang
Muslim, Allah akan menutup aibnya di hari kiamat” (HR. Al Bukhari no. 2442)
10. Jawablah panggilan
mereka dengan segera
Dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًٍا فَقَالَتْ: يَا
جُرَيْجُ! وَهُوَ يُصّلِّى، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ – وَهُوَ يُصَلِّي – أُمِّي
وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ،
فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. ثُمَّ
صَرَخَتْ بِهِ الثَالِثَةَ فَقَالَ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ
صَلاَتَهُ. فَلَمَّا لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ
أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ! حَتىَّ تَنْظُرَ
فِي وَجْهِ المُوْمِسَاتِ
“Suatu hari datanglah
ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang melaksanakan shalat,
”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi
panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya.
Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya. Juraij kembali bertanya di
dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya
memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau
shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak
menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai
Juraij sampai engkau melihat wajah pelacur” (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul
Mufrad, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Adabil Mufrad).
11. Jangan berdebat
dengan mereka, jangan mudah menyalah-nyalahkan mereka, jelaskan dengan penuh
adab
Sebagaimana dialog Nabi
Ibrahim ‘alahissalam dengan ayahnya. Sebagaimana juga diceritakan oleh ‘Aisyah
Radhiallahu’anha:
“Kami keluar bersama
Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam pada beberapa perjalanan beliau. Tatkala
kami sampai di Al-Baidaa atau di daerah Dzatul Jaisy, kalungku terputus.
Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam pun berhenti untuk mencari kalung
tersebut. Orang-orang yang ikut bersama beliau pun ikut berhenti mencari kalung
tersebut. Padahal mereka tatkala itu tidak dalam keadaan bersuci (dalam keadaan
berwudu) dan tidak membawa air. Sehingga orang-orang pun berdatangan menemui
Abu bakar Ash-Shiddiq dan berkata, ‘Tidakkah engkau lihat apa yang telah
dilakukan oleh Aisyah? Ia membuat Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam dan
orang-orang berhenti padahal mereka tidak dalam keadaan bersuci dan tidak
membawa air. Maka Abu Bakar pun menemuiku, lalu ia mengatakan apa yang
dikatakannya. Lalu ia memukul pinggangku dengan tangannya. Tidak ada yang
mencegahku untuk menghindar kecuali karena Rasulullah Shalallahu‘alaihi
Wasallam yang sedang tidur di atas pahaku. Rasulullah Shalallahu‘alaihi
Wasallam terus tertidur hingga subuh dalam keadaan tidak bersuci. Lalu Allah
menurunkan ayat tentang tayammum. Usaid bin Al-Hudhair mengatakan, “Ini
bukanlah awal keberkahan kalian wahai keluarga Abu Bakar”. Lalu kami pun
menyiapkan unta yang sedang aku tumpangi, ternyata kalung itu berada di
bawahnya”. (HR. An Nasa-i no.309, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan An
Nasa-i).
12. Segera bangkit
menyambut mereka ketika mereka masuk rumah, dan ciumlah tangan mereka
Dari Aisyah
radhiallahu’anha, ia berkata:
وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا رَآهَا قَدْ أَقْبَلَتْ رَحَّبَ بِهَا ثُمَّ قَامَ إِلَيْهَا
فَقَبَّلَهَا ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهَا فَجَاءَ بِهَا حَتَّى يُجْلِسَهَا فِي
مَكَانِهِ. وَكَانَتْ إِذَا أَتَاهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
رَحَّبَتْ بِهِ ثُمَّ قَامَتْ إِلَيْهِ فَقَبَّلَتْهُ
“Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam jika melihat putri Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
(Fathimah) datang ke rumah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambut kedatangannya. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam berdiri lalu berjalan menyambut, menciumnya, menggandeng
tangannya lalu mendudukkannya di tempat duduk beliau. Jika Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Fathimah radhiyallahu anhuma , maka Fathimah
menyambut kedatangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia bangkit dan
berjalan kearah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mencium (kening) Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad, Ibnu Qathan
dalam Ahkamun Nazhar[296] mengatakan: “semua perawinya tsiqah”).
13. Jangan menganggu
mereka di waktu mereka istirahat
Sebagaimana firman Allah
dalam surat An Nur ayat 58 (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang
yang belum baligh diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu
hari), yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu
di tengah hari, dan sesudah sesudah shalat Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi
kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga
waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian
(yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
14. Jangan berbohong
kepada mereka
Karena Nabi
Shallallahu’alaihi Wasalam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ؛ فَإِنَّ الصِّدْقَ
يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ
الرَّجُلَ يَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ
وَالْكَذِبَ؛ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَالْفُجُورَ يَهْدِي
إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكتب عند الله كذاباً
“Wajib bagi kalian untuk
berlaku jujur. Karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu
membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur, ia akan ditulis di sisi
Allah sebagai Shiddiq (orang yang sangat jujur). Dan jauhilah dusta, karena
dusta itu membawa kepada perbuatan fajir (maksiat) dan perbuatan fajir membawa
ke neraka. Seseorang yang sering berdusta, akan di tulis di sisi Allah sebagai
kadzab (orang yang sangat pendusta)” (HR. Muslim no. 2607).
Berbohong adalah dosa
besar. Lebih lebih jika dilakukan terhadap orang tua, lebih besar lagi dosanya.
15. Jangan pelit untuk
menafkahi mereka
Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا ،
فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي
قَرَابَتِكَ
“Mulailah dari dirimu
sendiri, engkau beri nafkah dirimu sendiri. Jika ada lebih maka untuk
keluargamu. Jika ada lebih maka untuk kerabatmu” (HR. Muslim no.997).
Maka orang tua adalah
orang yang paling berhak dinafkahi setelah diri sendiri dan keluarga. Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan bahwa seorang anak wajib menafkahi
orang tuanya jika memenuhi dua syarat:
1. Orang tua dalam keadaan miskin
2. Sang anak dalam keadaan mampu menafkahi
1. Orang tua dalam keadaan miskin
2. Sang anak dalam keadaan mampu menafkahi
Jika dua kondisi ini
tidak terpenuhi, maka tidak wajib.
16. Sering-seringlah
mengunjungi mereka
Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أنَّ رجلًا زارَ أخًا لَهُ في قريةٍ أخرى ، فأرصدَ
اللَّهُ لَهُ على مَدرجَتِهِ ملَكًا فلمَّا أتى عليهِ ، قالَ : أينَ تريدُ ؟ قالَ
: أريدُ أخًا لي في هذِهِ القريةِ ، قالَ : هل لَكَ عليهِ من نعمةٍ تربُّها ؟ قالَ
: لا ، غيرَ أنِّي أحببتُهُ في اللَّهِ عزَّ وجلَّ ، قالَ : فإنِّي رسولُ اللَّهِ إليكَ
، بأنَّ اللَّهَ قد أحبَّكَ كما أحببتَهُ فيهِ
“Pernah ada seseorang
pergi mengunjungi saudaranya di daerah yang lain. Lalu Allah pun mengutus
Malaikat kepadanya di tengah perjalanannya. Ketika mendatanginya, Malaikat
tersebut bertanya: “engkau mau kemana?”. Ia menjawab: “aku ingin mengunjungi
saudaraku di daerah ini”. Malaikat bertanya: “apakah ada suatu keuntungan yang
ingin engkau dapatkan darinya?”. Orang tadi mengatakan: “tidak ada, kecuali
karena aku mencintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla”. Maka malaikat mengatakan:
“sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah
mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya“ (HR Muslim
no.2567).
Saling mengunjungi
sesama Muslim sangat besar keutamaannya, lebih lagi jika yang dikunjungi adalah
orang tua.
17. Jika ingin meminta
sesuatu kepada mereka, mintalah dengan lemah lembut
Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لَا تُلْحِفُوا فِي الْمَسْأَلَةِ، فَوَاللهِ، لَا
يَسْأَلُنِي أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا، فَتُخْرِجَ لَهُ مَسْأَلَتُهُ مِنِّي
شَيْئًا، وَأَنَا لَهُ كَارِهٌ، فَيُبَارَكَ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتُهُ
“Jangan kalian memaksa
jika meminta. Demi Allah, jika seseorang meminta kepadaku sesuatu, kemudian aku
mengabulkan permintaannya tersebut dengan perasaan tidak senang, maka tidak ada
keberkahan pada dirinya dan apa yang ia minta itu” (HR. Muslim no. 1038).
Meminta kepada orang
lain dengan memaksa adalah akhlak yang buruk, lebih lagi jika yang diminta
adalah orang tua.
18. Jika orang tua dan
istri bertikai maka berlaku adillah
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا
قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ
عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
“Hai orang-orang yang
beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al
Maidah: 8).
19. Bermusyarawahlah
dengan mereka dalam urusan-urusanmu
Ajaklah orang tua untuk
berdiskusi dalam masalah-masalahmu. Allah Ta’ala berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
“Bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan-urusanmu” (QS. Al Imran: 159).
20. Berziarah kubur
mereka dan sering-sering doakan mereka
Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها فإنها ترق
القلب ، وتدمع العين ، وتذكر الآخرة ، ولا تقولوا هجرا
“Dulu aku pernah
melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya
kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata
berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan
perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah” (HR. Al Haakim
no.1393, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’, 7584)
Komentar
Posting Komentar