Hukum Koperasi simpan pinjam
Pengertian Koperasi Simpan Pinjam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa koperasi
simpan pinjam adalah koperasi yang khusus bertujuan melayani atau
mewajibkan anggotanya untuk menabung, di samping dapat
memberikan pinjaman kepada anggotanya.
Sebagian kalangan mendefinisikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
adalah sebuah koperasi yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok
dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian modal yang
telah terkumpul tersebut dipinjamkan kepada para anggota koperasi
dan terkadang juga dipinjamkan kepada orang lain yang bukan anggota
koperasi yang memerlukan pinjaman uang, baik untuk keperluan
komsumtif maupun modal kerja. Kepada setiap peminjam, koperasi
simpan pinjam menarik uang administrasi setiap bulan sejumlah sekian
prosen dari uang pinjaman.
Pada akhir tahun, keuntungan yang diperoleh koperasi simpan pinjam
yang berasal dari uang administrasi tersebut yang disebut Sisa Hasil
Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota koperasi. Adapun jumlah
keuntungan yang diterima oleh masing-masing anggota koperasi
diperhitungkan menurut keseringan anggota yang meminjam uang dari
Koperasi. Artinya, anggota yang paling sering meminjamkan uang dari
Koperasi tersebut akan mendapat bagian paling banyak dari SHU, dan
tidak diperhitungkan dari jumlah simpanannya, karena pada umumnya
jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari masing-masing
anggota adalah sama.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa koperasi
simpan pinjam adalah koperasi yang khusus bertujuan melayani atau
mewajibkan anggotanya untuk menabung, di samping dapat
memberikan pinjaman kepada anggotanya.
Sebagian kalangan mendefinisikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
adalah sebuah koperasi yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok
dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian modal yang
telah terkumpul tersebut dipinjamkan kepada para anggota koperasi
dan terkadang juga dipinjamkan kepada orang lain yang bukan anggota
koperasi yang memerlukan pinjaman uang, baik untuk keperluan
komsumtif maupun modal kerja. Kepada setiap peminjam, koperasi
simpan pinjam menarik uang administrasi setiap bulan sejumlah sekian
prosen dari uang pinjaman.
Pada akhir tahun, keuntungan yang diperoleh koperasi simpan pinjam
yang berasal dari uang administrasi tersebut yang disebut Sisa Hasil
Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota koperasi. Adapun jumlah
keuntungan yang diterima oleh masing-masing anggota koperasi
diperhitungkan menurut keseringan anggota yang meminjam uang dari
Koperasi. Artinya, anggota yang paling sering meminjamkan uang dari
Koperasi tersebut akan mendapat bagian paling banyak dari SHU, dan
tidak diperhitungkan dari jumlah simpanannya, karena pada umumnya
jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari masing-masing
anggota adalah sama.
Hukum Operasi Simpan Pinjam
Dilihat dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa koperasi
simpan pinjam hukumnya haram. Adapun alasannya sebagai berikut :
Pertama : Dari sisi nama, koperasi simpan pinjam didirikan dengan
tujuan orang bisa menyimpan dan meminjam uang di koperasi tersebut.
Sehingga tidak tepat dan tidak boleh, jika kemudian koperasi tersebut
mengambil keuntungan dari aktifitas pinjam meminjam.
Kedua : Pinjam meminjam di dalam Islam merupakan akad tabarru’
yang bertujuan untuk saling tolong menolong bukan sebagai sarana
untuk mencari keuntungan. Ini sesuai dengan firman Allah subhanahu
wa ta’ala :
ﻭَﺗَﻌَﺎﻭَﻧُﻮﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺒِﺮِّ ﻭَﺍﻟﺘَّﻘْﻮَﻯ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻌَﺎﻭَﻧُﻮﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺈِﺛْﻢِ ﻭَﺍﻟْﻌُﺪْﻭَﺍﻥِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
taqwa”. (QS. al-Maidah : 2)
Di dalam koperasi simpan pinjam terdapat unsur riba yang diharamkan
dalam Islam, karena koperasi ini menarik dari setiap peminjam uang
administrasi setiap bulan sejumlah sekian persen dari uang pinjaman.
Ketiga : Uang administrasi yang dibolehkan adalah uang yang memang
dipakai untuk kepentingan administrasi bukan untuk mencari
keuntungan, sehingga besarnya harus disesuaikan dengan biaya
administrasi seperti pengadaan kertas, dan sarana-sarana lain yang
dibutuhkan di dalam pencatatan hutang.
Keempat : Uang administrasi tidak boleh ditentukan berdasarkan
besarnya jumlah pinjaman, apalagi ditarik setiap bulan. Ini sama
dengan bunga dari pinjaman alias riba. Walaupun diganti namanya
dengan uang administrasi, tetapi pada hakekatnya adalah bunga dari
pinjaman.
Beberapa Pandangan Yang Salah
Pertama : Ada sebagian kalangan yang ingin menghindari praktek riba
dengan cara menjual formulir pinjaman yang harganya disesuaikan
dengan jumlah uang yang akan dipinjam. Umpamanya, untuk pinjaman
uang sebesar Rp. 100.000,- formulirnya berwarna putih dengan harga
Rp. 5.000,- Untuk pinjaman uang sebesar Rp. 500.000,- formulirnya
berwarna merah dengan harga Rp. 25.000,- Untuk pinjaman sebesar
Rp. 1.000.000,- formulirnya berwarna kuning dengan harga Rp.
50.000,-
Apakah dengan cara seperti itu, koperasi tersebut telah terhindar dari
praktek riba dan dinyatakan boleh ?
Jawabannya adalah bahwa koperasi simpan pinjam dengan cara itu
belum terhindar dari praktik riba. Karena harga formulir yang
disesuaikan dengan jumlah pinjaman pada hakekatnya adalah bunga
pinjaman, seperti halnya meminjam sejumlah uang dan harus
mengembalikannya dengan menambah bunganya 5% atau 10% dan
seterusnya, tidak ada perbedaan antara keduanya, kecuali hanya nama
saja, dan formulir sekedar untuk kamuflase.
Kalau ingin terhindar dari riba, maka harga formulirnya harus
disamakan, dan harganya tidak boleh disesuaikan dengan besar
kecilnya jumlah uang pinjaman. Karena fungsi dari kertas formulir
sekedar untuk memberikan keterangan tentang data-data peminjam,
jadi tidak ada alasan untuk menaikan harganya dari harga selembar
kertas.
Kedua : Sebagian orang mengatakan bahwa penjualan formulir dengan
harga sesuai dengan besar kecilnya pinjaman sama dengan penjualan
prangko yang harganya disesuaikan dengan jenis prangko, sehingga
hukumnya halal.
Jawabannya adalah tidak sama antara keduanya, karena dalam
penjualan prangko, tidak ada unsur pinjam meminjam, tetapi yang ada
adalah akad jual beli barang, dan harga barang tersebut disesuaikan
dengan kwalitas dan manfaat barang. Jika kwalitas dan manfaatnya
lebih banyak, maka harganya lebih mahal, sebaliknya jika kwalitas dan
manfaatnya lebih sedikit, maka harganya lebih murah. Begitu juga
dengan prangko, jika dipakai untuk mengirim surat yang lebih cepat
dan jarak tempuhnya lebih jauh, tentunya harga prangkonya lebih
mahal, sebaliknya jika surat yang dikirim tidak kilat dan jarak
tempuhnya dekat, maka harganya tentunya lebih murah. Seperti itu
juga harga tiket bis, kereta, maupun pesawat. Dan semuanya itu adalah
boleh dan halal.
Adapun formulir yang harganya berbeda-beda berdasarkan jumlah
pinjaman, pada hakekatnya koperasi hanya ingin mencari untung
mengambil manfaat lewat hutang, dan ini diharamkan dalam Islam,
sebagaimana sabda Rasulullah shallahu ‘alahi wassalam :
ﻛﻞ ﻗﺮﺽ ﺟﺮ ﻣﻨﻔﻌﺔ ﻓﻬﻮ ﺭﺑﺎ
"Setiap hutang yang mendatangkan mamfa’at untuk piutang hukumnya
riba” (HR. Baihaqi)
Ketiga : Sebagian kalangan mengatakan bahwa koperasi simpan pinjam
hukumnya boleh, karena pada dasarnya dalam mu’amalah adalah boleh
selama tidak ada dalil yang melarangnya. Sedangkan bunga dari
pinjaman anggota bukan untuk mencari keuntungan, tetapi akan
dikembalikan kepada anggota koperasi itu juga.
Jawabannya adalah bahwa dalam koperasi simpan pinjam terdapat
unsur riba yang diharamkan dalam Islam. Adapun bunga pinjaman
yang dibebankan kepada setiap peminjam akan kembali juga kepada
anggota koperasi adalah tidak benar. Sebagai contoh, jika anggota
meminjam uang sebesar Rp. 1.000.000,- , maka dia harus
mengembalikan kepada koperasi tersebut sejumlah uang yang dipinjam
ditambah 5 % nya, yaitu sebesar Rp. 1.050.000,- Dari tambahan 5 %
tersebut, yang kembali kepada anggota tersebut hanya sekitar 3 % nya
saja, sedangkan yang 2 % nya akan masuk kas koperasi. Ini
menunjukan bahwa secara nyata bahwa koperasi simpan pinjam tetap
mengambil keuntungan dari aktifitas pinjam meminjam dan ini
diharamkan dalam Islam, karena termasuk riba.
Cara Yang Sesuai Syariat
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar koperasi simpan pinjam
sesuai syariat dan terhindar dari riba, diantaranya adalah :
Cara Pertama : Koperasi membeli barang-barang dari uang yang
terkumpul dari anggota dan menjual barang-barang tersebut kepada
para anggota atau kepada masyarakat umum. Keuntungan dari hasil
penjualan dibagi kepada para anggota berdasarkan jumlah uang yang
ditabung ke koperasi tersebut.
Cara Kedua : Koperasi ini juga bisa meminjamkan uang kepada
anggota yang membutuhkan untuk keperluan konsumtif, tanpa
dipungut bunga sedikitpun. Tetapi jika anggota memerlukan uang
untuk keperluan usaha, maka koperasi bisa menerapkan sistem bagi
hasil sesuai kesepakatan bersama. Tetapi akad ini tidak dinamakan
pinjaman, tetapi disebut dengan mudharabah.
Cipayung, Jakarta Timur, 24 Sya’ban 1432 H/ 26 Juli 2011 M
Komentar
Posting Komentar