Perbedaan kata bahasa arab
Kata Kunci: makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstual.
Divergensi banyak dipengaruhi oleh kategori pemisahan/split dan penggabungan/coalesced. Keduanya menjadi problem penerjemah, termasuk dalam menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Indonesia, karena menerjemahkan hakikatnya adalah proses transformasi konsep, ide, makna, maupun pesan. Dalam peroses penerjemahan, seorang penerjemah banyak menemukan problem linguistik, seperti problem budaya. Problem tersebut mengakibatkan terjadinya semantic loss (kehilangan makna) dan akan memunculkan divergensi.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena divergensi makna dalam terjemahan Al Qur’an berbahasa Indonesia. Fokus utamanya adalah (1) divergensi makna leksikal dalam terjemahan Al Qur’an berbahasa Indonesia, (2) divergenasi makna gramatikal dalam terjemahan Al Qur’an berbahasa Indonesia, dan (3) divergensi makna kontekstual dalam terjemahan Al Qur’an berbahasa Indonesia
Untuk menjelaskan tujuan di atas, dilakukan penelitian dengan jenis penelitian kualitatif dan rancangan analisis isi (content analysis). Data berupa kata-kata dan frasa kata divergensi yang diperoleh dari naskah terjemahan al-Qur’an oleh tim penerjemah Departemen Agama Republik Indonesia. Untuk memperoleh data, digunakan metode dokumentasi. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti. Proses analisis data dilakukan dengan menggunakan model analisis isi (content analysis) yang diadopsi dari Krippendorf untuk proses unitisasi, dan kontrastif analisis untuk menemukan divergensi.
Berdasarkan analisis data ditemukan bahwa (1) divergensi makna leksikal dalam terjemahan Al Qur’an berbahasa Indonesia disebabkan oleh faktor (a) budaya yang berbeda antara Arab dan Indonesia. Leksikal dalam budaya Arab tidak memiliki equivalensi dengan leksikal dalam budaya Indonesia, seperti yang terdapat pada kata زواج/zuwaj dan نكاح/nikah; (b) polisemi, yakni leksikal yang dapat mempunyai makna yang berbeda, seperti ‘hujan’ yang diungkapkan dengan kata bahasa Arab المطر/al mathar, الغيث/al ghaits, الماء/al maa’, dan مدرارا/midraran; dan (c) sinonim, seperti kata قسم/qasam dan حلف/halaf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ‘sumpah’, atau kata bahasa bahasa Arab خوف/khauf dan خشية/khasyyah, keduanya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan ‘takut’ yang mengacu pada makna rasa takut yang berbeda, yaitu kata خوف/khauf bermakna takut terhadap sesuatu yang inderawi dan kata خشية/khasyyah bermakna takut terhadap sesuatu yang non inderawi. (2) Secara gramatikal, divergensi dalam terjemahan Al Qur’an berbahasa Indonesia disebabkan oleh adanya perbedaan struktur bahasa Arab dan bahasa Indonesia. (a) Jika dalam bahasa Indonesia lebih banyak digunakan struktur S-P, dalam bahasa Arab struktur yang digunakannya adalah P-S, seperti pada QS. Ahzab: 37 (فلما قضى زيد منها وطرا زوجنكها) yang diterjemahkan dengan ‘maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia’, di mana frasa قضى زيد tidak diterjemahkan dengan ‘telah mengakhiri Zaid’ tetapi diterjemahkan dengan ‘Zaid telah mengakhiri’. (b) Di dalam bahasa Arab ditemukan subjek (fa’il/فاعل) yang mendahului objeknya (maf’ul/مفعول), seperti pada QS. Fathir: 28 yang berbunyi
(إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ) yang diterjemahkan dengan ‘Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama’, di mana kata اللَّهَ adalah objek (maf’ul) yang mendahului subjeknya (fa’il), yaitu kata الْعُلَمَاءُ. (c) Secara sintaktik, yang menjadi kendala penerjemahan adalah perubahan bentuk kata dalam Al Qur’an, seperti perubahan menurut kala, yakni kala lampau, kini, dan akan datang (الماضى/al madhi, المضارع/mudhari’, dan أمر/amr) dan perubahan dari verba ke nomina atau ajektif. Contohnya, kataأمطرنا /amtharna yang merupakan verba kala lampau diterjemahkan dengan kala kini. (3) Secara kontekstual, divergensi makna dalam terjemahan Al Qur’an berbahasa Indonesia terjadi karena faktor asbabu al nuzul dan interteks, sehingga memunculkan makna yang beragam, seperti (a) makna yang berlawanan, (b) makna proses, (c) makna yang memiliki tingkat kedalaman, dan (d) makna umum-khusus. Makna berlawanan di antaranya terdapat pada kata ‘hujan’ yang berasal dari kata bahasa Arab المطر/al mathar dan الغيث/al ghait, di mana kata المطر/al mathar konteksnya azab, dan kata الغيث/al ghaits konteksnya rahmat dan pertolongan yang membawa kenikmatan. Makna proses ditunjukkan oleh kata ‘nikah’ yang berasal dari kata bahasa Arab زوج /zawwaja dan نكح/nakaha dan, di mana kataزوّج /zawwaja menunjukkan keinginan yang kuat untuk melakukan pernikahan tetapi belum terwujud, sedang kata نكح/nakaha menunjukkan suatu perbuatan nikah yang sudah dilakukan. Makna yang menunjukkan tingkat kedalaman terdapat pada kata ‘takut’ yang merupakan terjemahan dari kata bahasa Arab الخشية/khasyyah dan الخوف/al khauf, di mana kata الخشية/al khasyyah memiliki makna lebih dalam daripada kata الخوف/al khauf. Selanjutnya, makna umum-khusus, seperti kata ‘menciptakan atau menjadikan’ yang diterjemahkan dari kata bahasa Arab جعل/ja’ala, خلق/khalaqa, dan فطر/fathara. Ketiga kata tersebut digunakan dalam konteks yang berbeda. Kata جعل/ja’ala digunakan untuk menekankan betapa besar manfaat dari apa yang dijadikan Allah, kata خلق/khalaqa menekankan pada keagungan Allah dan kehebatan ciptaanNya serta digunakan dalam konteks penciptaan manusia, sedang kata فطر/fathara digunakan dalam kaitannya dengan penciptaan benda-benda luar angkasa. Dengan demikian, kata فطر/fathara lebih umum dari kata جعل/ja’ala, begitu pula dengan kata خلق/khalaqa yang memiliki makna lebih khusus daripanya
Komentar
Posting Komentar